Belajar dari kehidupan

Udara panas ponorogo membuatku ga bisa nyaman tidur. Ga tau nieh, kok ga ujan-ujan. Bulan Oktober kan harusnya sudah mulai masuk penghujan... Jam 2 malam itu aku terbangun karena kepanasan tidur di kasur kamar. Ngantuk-ngantuk aku lihat jam di HP. Dan kudapati YM ma Pesbukku masih Online. Sekitar sepuluh ID entah dari YM atau Pesbuk menyapaku, namun ga da balasan dariku. Dan beberapa ID itu sudah offline. Rencana mau tak sign out, tapi urung ketika kudapati ID sahabatku menyapa. 'Laki alfu salam ukh.'
'amien, syukron, semoga untukmu juga' jawabku sekenanya. Jujur aku ga tau gimana jawabnya, maklum ga bisa bahasa arab. Lagi pula saat itu nyawaku juga belum genap (setengah ngantuk-red). Aku hanya tau sedikit artinya, ga tau benar atau salah, ya mungkin secara bahasa seperti inilah 'bagimu seribu salam', betul ga ya? Ato ada yang ralatz?
'waiyyaki ukh...'
'he...' jawabku lagi
'Kaifa Khaluk ukh?'
'bikhair alhamdulillah..' kalo ini mah aq wez pluen, eh fluent (fasih-red)'wa anti?'
'alhamdulillah bikhair,lom bobok ukh?'
'udah nieh, cuma terbangun td, kepanasen. lha kamu kok lom bobok juja?'

'aq ga bisa bobok, ga tau nieh, pikiran sumpek'
'oh...' aku maklum, namanya juja manusia, aku mah pernah juga ngalamin pikiran sumpek, sampe sulit tidur geto tapi lom tentu satu tahun syekali, he...
'gimana usahanya?'
'alhamdulillah lancar.'
'gmana, dah ketemu some one spesial?' ah, dia selalu tanya begitu
'lom ukh, ga tau nieh, lom da gambaran sama sekali'
'sabar ukh, Allah belum memberi rejeki ke arah situ. aku aja nyesel dulu menikah'
'napa?'
'tau ndiri, kurang modal cinta.'
Aku diem, yah aku tau. Dia dulu menikah bukan atas cinta atau dengan laki-laki pilihannya sendiri, tapi atas pilihan orang tuanya
'oh, yang sabar ukh. InsyaAllah akan ada kemudahan'
'na'am'
'gimana ukh, masih pending untuk punya momongan?'
'ga ukh, ni dah dua bulan aku hamil'
'benarkah? Alhamdulillah.....kok ga crita?'

Aku senang dan bersyukur dalam hati namun jujur dalam hatiku timbul iri juga. Kapan aku bisa menyusul sahabatku itu ya, menikah dan memiliki buah hati.Ah, Belom da gambaran sama sekali mengenai jodohku nanti...,

'aku sebenarnya belum siap dengan kehamilan ini ukh...'
'Bismillah ukh...seiring berjalannya waktu pasti kamu akan siap. InsyaAllah' kataku memberi semangat. Aku sendiri bingung bagaimana menanggapinya....
aku gak menyangka nasibnya akan seperti ini. Sahabatku di mana selama 4 tahun lebih kami hampir selalu bersama...

dari situ kemudian aku berfikir. Kenapa saat ini sahabatku ini belum bisa menerima suaminya seutuhnya. Ada beberapa hal yang aku fikirkan sebagai alasannya
1. Karena ketika Menikah dia memikirkan laki-laki lain, dan laki-laki itu bukan suaminya. Hal ini memnjadi pelajaran bagiku, untuk tidak mengikat sebuah komitmen dengan laki-laki yang belum diridlai Allahu untuk kita. Dan memandang suami kita sebagai laki-laki yang terbaik dari yang terbaik yang diberikan Allah untuk kita sehingga kita akan menerima dia apa adanya.
2. Mungkin karena Dia kurang bersyukur atas apa yang diberikan Allah padanya. Allah memberinya seorang suami *yang menurutku* cukup baik dalam segi agama, pendidikan maupun kehidupan, namun dia menginginkan yang lebih sehingga dia belum bisa menerima suaminya itu. Selain itu, kembali soal kehidupannya dengan orang tuanya, kalau diambil positifnya, tentu apa yang dituntut orang tuanya padanya akan sangat berguna bagi hidupnya.
ah ngomong apa se onyel ni, mungkin itu yang ada di pikiran teman-teman. Mungkin ada saran?